Pemilihan umum tahun 2009 semakin mendekat dan iklim politik mulai terasa pada setiap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Wacana kehendak publik untuk memperbaiki kehidupannya semakin menguat. Berpengalaman pada pemilu 2004 dan pilkada, masyarakat kini semakin dewasa, cerdas dan realistis dalam menghadapi pemilu 2009. Hal ini dapat kita simak dari pendapat berbagai lapisan masyarakat yang sering dimuat di media massa, baik media cetak maupun elektronik. Mereka umumnya menginginkan ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kesejahteraan, keamanan dan kebebasan merupakan dambaan yang mereka idam-idamkan.
Keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya yang lebih baik dan mengkritisi kebijakan yang ada, dalam perspektif komunikasi politik merupakan penyampaian aspirasi kepada pusat kekuasaan. Penyampaian aspirasi yang tidak memperhatikan etika berkomunikasi akan menciptakan ketidakdamaian dan ketidaktenteraman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etika berkomunikasi dalam implementasinya antara lain dapat diketahui dari komunikasi yang santun. Hal ini merupakan juga cerminan dari kesantunan kepribadian kita. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari karakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerja sama. Kita hanya bisa saling mengerti dan memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki orang melalui komunikasi yang diekspresikan dengan menggunakan berbagai saluran, baik verbal maupun non-verbal. Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya. Komunikasi akan lebih bernilai positif, jika para peserta komunikasi mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik, dan beretika.
Etika berkomunikasi, tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, tetapi juga harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang demikian akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan, perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang berkomunikasi.
Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan penting dalam penyampaian aspirasi. Dalam keseharian eksistensi penyampaian aspirasi masih sering dijumpai sejumlah hal yang mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika komunikasi sering terpinggirkan, karena etika berkomunikasi belum membudaya sebagai urat nadi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup kita. Seperti halnya bernafas, banyak orang beranggapan bahwa komunikasi sebagai sesuatu yang otomatis terjadi, sehingga orang tidak tertantang untuk belajar berkomunikasi secara efektif dan beretika. Hal yang paling penting dalam komunikasi, bukan sekadar pada apa yang dikatakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita mentransfer pesan serta menerima pesan. Komunikasi harus dibangun dari diri kita yang paling dalam sebagai fondasi integritas yang kuat.
Aspirasi dan Informasi
Dalam kehidupan, semua orang baik pejabat negara, pemimpin partai maupun warga negara biasa, mengalami berbagai permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari. Permasalahan yang muncul terutama bagi warga negara, mendorong mereka untuk melakukan tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan). Meningkatnya keberanian untuk mengekspresikan keinginan dan cita-cita anggota masyarakat sebagai konskuensi komunikasi politik yang lebih dialogis dan transparan. Kini anggota masyarakat lebih berani dan tajam mengungkapkan berbagai keinginannya kepada pemimpinnya.
Selain menyampaikan aspirasi, masyarakat memerlukan informasi mengenai apa yang terjadi disekelilingnya, agar ia memperoleh bekal yang cukup untuk mengambil keputusan dalam menjalani agenda hidup masing-masing. Informasi dapat diperoleh, bila sistem yang menyebarkannya dapat berfungsi dengan baik sehingga setiap orang mendapat kesempatan memperoleh apa yang diperlukan masing-masing. Selain itu, informasi tersebut haruslah memenuhi kebutuhan pihak yang memerlukannya.
Etika Komunikasi
Manusia mempunyai keistimewaan dibanding makhluk lain, yaitu kemampuan berpikir. Dengan kemampuan berpikir inilah, manusia sadar akan dirinya, siapa saya dan apa yang harus saya perbuat dan sebagainya, sehingga manusia akan berpikir sebelum melakukan tindakan. Manusia akan berpikir dan menimbang, apakah perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan harkat kemanusiannya atau justru sebaliknya. Etika merupakan kajian tentang bagaimana seharusnya manusia itu berbuat, apakah perbuatan itu baik dan buruk. Sebagai salah satu kajian dari filsafat, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Komunikasi merupakan suatu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Kita tidak bisa, tidak berkomunikasi. Kita belajar menjadi manusia melaluikomunikasi. Komunikasi sudah merupakan kebutuhan manusia, bahkan kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada kemampuan dia berkomunikasi.
Komunikasi melibatkan interaksi antar anggota masyarakat. Dalam interaksi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk pengendalian yang tujuannya adalah untuk tercapainya ketertiban dalam masyarakat. Salah satu, upaya mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika komunikasi yakni kajian tentang baik buruknya suatu tindakan komunikasi yang dilakukan manusia, suatu pengetahuan rasional yang mengajak manusia agar dapat berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi menandakan pula adanya interaksi antar-anggota masyarakat, karena komunikasi selalu melibatkan setidaknya dua orang. Dalam interaksi selalu diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk pengendalian atau social control. Tujuannya untuk menciptakan masyarakat yang tertib. Salah satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika, yakni filsafat yang mengkaji baik-buruknya suatu tindakan yang dilakukan manusia. Etika berkomunikasi juga dikenal sebagai suatu pengetahuan rasional yang mengajak manusia agar dapat berkomunikasi dengan baik.
Dalam perspektif komunikasi, upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemilihan umum, barangkali bisa terealisasi, ketika etika komunikasi bisa terpenuhi sebagaimana gagasan Karl Wallace Johannesen (1996) yakni pedoman etika yang berakar dalam nilai-nilai demokrasi, antara lain bahwa komunikator harus menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dalam memilih dan menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka. Komunikasi tidak boleh menyelewengkan atau menyembunyikan data yang mungkin dibutuhkan untuk mengevaluasi argumen komunikator yang adil.
Para komunikator, misalnya calon pemimpin, hendaknya mengajarkan kejujuran dalam komunikasi, melalui tranparansi pesan yang dilontarkan. Komunikator harus terbiasa mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Apa yang menjadi keinginan dan cita-cita bersama warga daerahnya lebih didahulukan. Artinya seorang calon pemimpin dituntut secara etis untuk memikirkan nasib dan kebersamaan dengan pihak lain dalam lingkungan tempat ia berada.
Komunikator menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat dengan mendorong berbagai ragam argumen dan pendapat. Artinya proses pemilu betul-betul dijadikan momentum untuk membiasakan perbedaan argumen dan pilihan namun saling menghormati, sehingga berimplikasi positif bagi kepuasan batin individual lengkap dengan risiko pilihannya. Membiasakan menerima beragam perbedaan dengan bijak adalah fundamen mahal bagi terwujudnya bangunan demokrasi.
Johannesen (1996) mengemukakan, dalam perspektif politik diperlukan empat pedoman etika, yaitu: (1) menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dengan memilih dan menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka,
(2) mengutamakan motivasi umum dari pada motivasi pribadi, dan
(3) menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat.
Selanjutnya, Nilsen (dalam Johannesen, 1996), mengatakan bahwa untuk mencapai etika komunikasi, perlu diperhatikan sifat-sifat berikut:
(1) penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara,
(2) penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud dan integritas orang lain,
(3) sikap suka memperbolehkan, keobjektifan, dan keterbukaan pikiran yang mendorong kebebasan berekspresi,
(4) penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional terhadap berbagai alternatif, dan
(5) terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.
Etika komunikasi juga dapat ditinjau dari perspektif religius. Kitab suci seperti Al-Quran, Injil, dan Taurat dapat dipakai sebagai standar etika berkomunikasi. Dalam kitab suci, dijelaskan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam berkomunikasi. Rakhmat (1993) memberi contoh, dalam Al-Quran ada prinsip Qaulan Sadidan, artinya dalam berkomunikasi, hendaknya manusia melakukan pembicaraan yang benar dan jujur (tidak bohong). Kemudian prinsip Qaulan Balighan, artinya informasi yang disampaikan, hendaknya berupa kata-kata yang mampu membekas pada jiwa seseorang dan ada juga prinsip yang disebut Qaulan Maisura, yakni informasi yang disampaikan hendaknya berupa ucapan yang pantas untuk dibicarakan.
Dalam menyampaikan informasi, peranan media massa sangatlah berpengaruh. Pemberitaan media massa yang berisikan tuntutan, protes dan dukungan dari masyarakat, seringkali menyebabkan efek yang besar terhadap lingkungan masyarakat dan kebijakan yang akan diambil. Misalnya, demonstrasi anarkis yang selalu ditayangkan berulang-ulang di stasiun televisi, dapat menyebabkan orang takut dan trauma. Begitu juga tuntutan yang disertai kata-kata yang kasar, dapat membuat orang benci dan tidak simpati.
Media mempunyai kebebasan dalam memberitakan, tetapi tentu saja kebebasan yang dipunyainya bukanlah kebebasan yang mutlak. Kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab sosial, bukan justru menyalahgunakan kebebasan. Berkaitan dengan perilaku media ini, kita memerlukan etika komunikasi. Ada tiga pertimbangan mengapa perlu penerapan etika komunikasi (Haryatmoko, 2007):
Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak. Dengan demikian etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah.
Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab.
Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin, dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting adalah mempertahankan kredibilitas pers di depan publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat perhatian.
No comments:
Post a Comment