Sunday 9 August 2015

SI-703 ETIKA BERKOMUNIKASI DALAM PENYAMPAIAN ASPIRASI

    Pemilihan umum tahun 2009 semakin mendekat dan iklim politik mulai terasa pada setiap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Wacana kehendak publik untuk memperbaiki kehidupannya semakin menguat. Berpengalaman pada pemilu 2004 dan pilkada, masyarakat kini semakin dewasa, cerdas dan realistis dalam menghadapi pemilu 2009. Hal ini dapat kita simak dari pendapat berbagai lapisan masyarakat yang sering dimuat di media massa, baik media cetak maupun elektronik. Mereka umumnya menginginkan ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kesejahteraan, keamanan dan kebebasan merupakan dambaan yang mereka idam-idamkan.

      Keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya yang lebih baik dan mengkritisi kebijakan yang ada, dalam perspektif komunikasi politik merupakan penyampaian aspirasi kepada pusat kekuasaan. Penyampaian aspirasi yang tidak memperhatikan etika berkomunikasi akan menciptakan ketidakdamaian dan ketidaktenteraman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

      Etika berkomunikasi dalam implementasinya antara lain dapat diketahui dari komunikasi yang santun. Hal ini merupakan juga cerminan dari kesantunan kepribadian kita. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari karakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerja sama. Kita hanya bisa saling mengerti dan memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki orang melalui komunikasi yang diekspresikan dengan menggunakan berbagai saluran, baik verbal maupun non-verbal. Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya. Komunikasi akan lebih bernilai positif, jika para peserta komunikasi mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik, dan beretika.

        Etika berkomunikasi, tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, tetapi juga harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang demikian akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan, perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang berkomunikasi.

     Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan penting dalam penyampaian aspirasi. Dalam keseharian eksistensi penyampaian aspirasi masih sering dijumpai sejumlah hal yang mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika komunikasi sering terpinggirkan, karena etika berkomunikasi belum membudaya sebagai urat nadi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup kita. Seperti halnya bernafas, banyak orang beranggapan bahwa komunikasi sebagai sesuatu yang otomatis terjadi, sehingga orang tidak tertantang untuk belajar berkomunikasi secara efektif dan beretika. Hal yang paling penting dalam komunikasi, bukan sekadar pada apa yang dikatakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita mentransfer pesan serta menerima pesan. Komunikasi harus dibangun dari diri kita yang paling dalam sebagai fondasi integritas yang kuat.
Aspirasi dan Informasi

      Dalam kehidupan, semua orang baik pejabat negara, pemimpin partai maupun warga negara biasa, mengalami berbagai permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari. Permasalahan yang muncul terutama bagi warga negara, mendorong mereka untuk melakukan tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan). Meningkatnya keberanian untuk mengekspresikan keinginan dan cita-cita anggota masyarakat sebagai konskuensi komunikasi politik yang lebih dialogis dan transparan. Kini anggota masyarakat lebih berani dan tajam mengungkapkan berbagai keinginannya kepada pemimpinnya.

       Selain menyampaikan aspirasi, masyarakat memerlukan informasi mengenai apa yang terjadi disekelilingnya, agar ia memperoleh bekal yang cukup untuk mengambil keputusan dalam menjalani agenda hidup masing-masing. Informasi dapat diperoleh, bila sistem yang menyebarkannya dapat berfungsi dengan baik sehingga setiap orang mendapat kesempatan memperoleh apa yang diperlukan masing-masing. Selain itu, informasi tersebut haruslah memenuhi kebutuhan pihak yang memerlukannya.

Etika Komunikasi
      Manusia mempunyai keistimewaan dibanding makhluk lain, yaitu kemampuan berpikir. Dengan kemampuan berpikir inilah, manusia sadar akan dirinya, siapa saya dan apa yang harus saya perbuat dan sebagainya, sehingga manusia akan berpikir sebelum melakukan tindakan. Manusia akan berpikir dan menimbang, apakah perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan harkat kemanusiannya atau justru sebaliknya. Etika merupakan kajian tentang bagaimana seharusnya manusia itu berbuat, apakah perbuatan itu baik dan buruk. Sebagai salah satu kajian dari filsafat, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

      Komunikasi merupakan suatu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Kita tidak bisa, tidak berkomunikasi. Kita belajar menjadi manusia melaluikomunikasi. Komunikasi sudah merupakan kebutuhan manusia, bahkan kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada kemampuan dia berkomunikasi.

         Komunikasi melibatkan interaksi antar anggota masyarakat. Dalam interaksi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk pengendalian yang tujuannya adalah untuk tercapainya ketertiban dalam masyarakat. Salah satu, upaya mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika komunikasi yakni kajian tentang baik buruknya suatu tindakan komunikasi yang dilakukan manusia, suatu pengetahuan rasional yang mengajak manusia agar dapat berkomunikasi dengan baik.

       Komunikasi menandakan pula adanya interaksi antar-anggota masyarakat, karena komunikasi selalu melibatkan setidaknya dua orang. Dalam interaksi selalu diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk pengendalian atau social control. Tujuannya untuk menciptakan masyarakat yang tertib. Salah satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika, yakni filsafat yang mengkaji baik-buruknya suatu tindakan yang dilakukan manusia. Etika berkomunikasi juga dikenal sebagai suatu pengetahuan rasional yang mengajak manusia agar dapat berkomunikasi dengan baik.

        Dalam perspektif komunikasi, upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemilihan umum, barangkali bisa terealisasi, ketika etika komunikasi bisa terpenuhi sebagaimana gagasan Karl Wallace Johannesen (1996) yakni pedoman etika yang berakar dalam nilai-nilai demokrasi, antara lain bahwa komunikator harus menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dalam memilih dan menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka. Komunikasi tidak boleh menyelewengkan atau menyembunyikan data yang mungkin dibutuhkan untuk mengevaluasi argumen komunikator yang adil.

      Para komunikator, misalnya calon pemimpin, hendaknya mengajarkan kejujuran dalam komunikasi, melalui tranparansi pesan yang dilontarkan. Komunikator harus terbiasa mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Apa yang menjadi keinginan dan cita-cita bersama warga daerahnya lebih didahulukan. Artinya seorang calon pemimpin dituntut secara etis untuk memikirkan nasib dan kebersamaan dengan pihak lain dalam lingkungan tempat ia berada.

       Komunikator menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat dengan mendorong berbagai ragam argumen dan pendapat. Artinya proses pemilu betul-betul dijadikan momentum untuk membiasakan perbedaan argumen dan pilihan namun saling menghormati, sehingga berimplikasi positif bagi kepuasan batin individual lengkap dengan risiko pilihannya. Membiasakan menerima beragam perbedaan dengan bijak adalah fundamen mahal bagi terwujudnya bangunan demokrasi.

     Johannesen (1996) mengemukakan, dalam perspektif politik diperlukan empat pedoman etika, yaitu: (1) menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dengan memilih dan menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka, 
(2) mengutamakan motivasi umum dari pada motivasi pribadi, dan 
(3) menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat.

Selanjutnya, Nilsen (dalam Johannesen, 1996), mengatakan bahwa untuk mencapai etika komunikasi, perlu diperhatikan sifat-sifat berikut: 
(1) penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara, 
(2) penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud dan integritas orang lain, 
(3) sikap suka memperbolehkan, keobjektifan, dan keterbukaan pikiran yang mendorong kebebasan berekspresi, 
(4) penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional terhadap berbagai alternatif, dan 
(5) terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.

      Etika komunikasi juga dapat ditinjau dari perspektif religius. Kitab suci seperti Al-Quran, Injil, dan Taurat dapat dipakai sebagai standar etika berkomunikasi. Dalam kitab suci, dijelaskan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam berkomunikasi. Rakhmat (1993) memberi contoh, dalam Al-Quran ada prinsip Qaulan Sadidan, artinya dalam berkomunikasi, hendaknya manusia melakukan pembicaraan yang benar dan jujur (tidak bohong). Kemudian prinsip Qaulan Balighan, artinya informasi yang disampaikan, hendaknya berupa kata-kata yang mampu membekas pada jiwa seseorang dan ada juga prinsip yang disebut Qaulan Maisura, yakni informasi yang disampaikan hendaknya berupa ucapan yang pantas untuk dibicarakan.

      Dalam menyampaikan informasi, peranan media massa sangatlah berpengaruh. Pemberitaan media massa yang berisikan tuntutan, protes dan dukungan dari masyarakat, seringkali menyebabkan efek yang besar terhadap lingkungan masyarakat dan kebijakan yang akan diambil. Misalnya, demonstrasi anarkis yang selalu ditayangkan berulang-ulang di stasiun televisi, dapat menyebabkan orang takut dan trauma. Begitu juga tuntutan yang disertai kata-kata yang kasar, dapat membuat orang benci dan tidak simpati.

      Media mempunyai kebebasan dalam memberitakan, tetapi tentu saja kebebasan yang dipunyainya bukanlah kebebasan yang mutlak. Kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab sosial, bukan justru menyalahgunakan kebebasan. Berkaitan dengan perilaku media ini, kita memerlukan etika komunikasi. Ada tiga pertimbangan mengapa perlu penerapan etika komunikasi (Haryatmoko, 2007):
Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak. Dengan demikian etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah.

      Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab.

     Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin, dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting adalah mempertahankan kredibilitas pers di depan publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat perhatian.

SI-703 Etika Berkomunikasi di Dunia Maya: Analisis Implementasi Pasal 27 s.d. 32


UU Informasi dan Transaksi Elektronik oleh Anak-Anak di Bawah Usia 13
Tahun melalui Jejaring Sosial Facebook dan Twitter

1. Pendahuluan
   Kemajuan teknologi tampaknya akan selalu diikuti dengan berbagai ekses negatif, salah satunya adalah teknologi komputer berbasis internet yang dilengkapi dengan berbagai situs jejaring sosial, seperti friendster, myspace, facebook dan twitter. Banyak sudah kasus yang terjadi sejak facebook dan twitter menjadi trend di kalangan masyarakat, mulai dari kasus pencemaran nama baik, penculikan, penipuan, penyebaran paham terlarang, hingga jejaring sosial ini dijadikan sebagai media prostitusi.

   Ironisnya, situs jejaring sosial yang tersedia di masyarakat tersebut ternyata tidak hanya diminati oleh kalangan dewasa saja tetapi juga diminati kalangan anak-anak yang dilihat dari persyaratan usia, belum memenuhi kriteria untuk memiliki akun (account) di jejaring sosial tersebut, yaitu anak-anak di bawah usia 13 tahun. Anak-anak tersebut sebenarnya belum memiliki hak untuk mengakses dan bergabung dalam situs jejaring sosial, karena pada dasarnya mereka adalah anak-anak yang belum mengetahui bagaimana etika berkomunikasi di dunia maya. Mereka belum mampu memilih pesan-pesan atau tindakan-tindakan yang tepat untuk dilakukan pada jejaring sosial. Melalui jejaring sosial tersebut, mereka terkadang saling memaki, menghina, membuka rahasia pribadi atau orang lain, mengunci password teman dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila penelitian mengenai internet dan anak-anak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap pelecehan dan kekerasan di dunia maya/cyberbullying (Santrock, 2009: 525).

   Di Indonesia, etika berkomunikasi di dunia maya tertuang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Bab VII pasal 27 s.d. 32. Di dalam UU tersebut dijelaskan sanksi hukum yang akan diterima oleh pihak-pihak yang melanggar etika berkomunikasi di dunia maya. Beberapa kasus terkait dengan etika berkomunikasi di dunia maya pernah terjadi di Indonesia dan diselesaikan dengan menggunakan UU tersebut. Dikhawatirkan kasus-kasus serupa juga akan menimpa
anak-anak usia di bawah 13 tahun jika tanpa mereka sadari tulisan mereka di jejaring sosial dianggap melanggar etika berkomunikasi, dan pihak-pihak yang merasa dirugikan tidak bisa menerima apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.

   Makalah ini akan mengeksplorasi bagaimana anak-anak di bawah usia 13 tahun, yang bertempat tinggal di wilayah kecamatan Pamulang, menggunakan jejaring sosial facebook dan twitter untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman dan orangorang di lingkungan mereka. Dari eksplorasi ini akan dilihat pelanggaran yang muncul dikaitkan dengan Bab VII pasal 29 s.d. 32 UU ITE yang mengatur tentang etika berkomunikasi di dunia maya.

2. Jejaring Sosial Facebook dan Twitter
   Facebook dan twitter adalah situs jejaring sosial yang saat ini cukup marak diminati dan digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, jumlah pengguna facebook yang tercatat pada Januari 2010 sebanyak 15.301.280 orang (http://tekno.kompas.com). Bahkan, bila dilihat berdasarkan perkembangannya, Indonesia berada pada urutan ke dua dunia setelah Amerika. Sedangkan pengguna situs twitter di Indonesia pada bulan September 2010 menurut comScore berjumlah 6.240.000 pengguna atau 20,8% dari populasi online dan 2,60% populasi penduduk Indonesia (www.klipberita.com).

   Data-data tersebut cukup fantastis mengingat Indonesia sebenarnya belum masuk dalam kategori negara maju di mana teknologi tinggi sejenis internet masih bisa dikatakan sebagai barang langka yang tidak semua orang dapat mengaksesnya. Namun, perkembangan internet di Indonesia dalam dekade terakhir ini memang sangat signifikan. Hampir di setiap sudut kota besar kita akan dengan mudah menjumpai warung internet (warnet). Hanya dengan membayar tidak lebih dari Rp5.000 per jam, kita dapat menikmati akses ke internet dan berselancar di dunia maya sesuka hati.

   Modem berjenis nirkabel pun, saat ini banyak tersedia di pasaran yang disediakan oleh berbagai provider telepon selular. Jika tidak dengan komputer, maka kecanggihan telepon selular akan memberi kemudahan penggunanya untuk mengakses internet dengan tarif yang juga tidak mahal. Bahkan, provider telepon selular maupun produsen telepon genggam berlomba memberikan layanan yang semakin memudahkan pengguna telepon genggam mengakses internet. Misalnya, dengan menyediakan fitur khusus akses ke facebook dan twitter secara gratis untuk beberapa saat. Fenomena ini semakin memudahkan anak-anak mengakses internet, misalnya untuk memainkan permainan secara online atau membuka account facebook atau twitter mereka. Lalu, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan facebook dan twitter?


2 Facebook
   Facebook adalah sebuah situs web jejaring sosial yang akhir-akhir ini menjadi sangat populer karena kemampuannya menghubungkan berbagai orang dengan komunitasnya sekaligus membentuk jaringan teman-teman baru. Facebook dikembangkan oleh seorang mahasiswa Harvard University, Mark Zuckerberg, dan secara resmi diluncurkan pada 4 Februari 2004 (www.wikipedia.org). Pengguna facebook dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.

    Hingga Juli 2007, facebook memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya. Dengan bergabung dalam situs facebook, pengguna dapat menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya (http://www.tips-fb.com). Pengguna dapat membuat profil dengan foto, kontak, ataupun informasi personil lainnya. Komunikasi dengan pengguna lainnya dapat dilakukan melalui pesan pribadi atau fitur chat. Pengguna juga dapat bergabung dengan grup atau halaman penghobi (fan pages), yang beberapa darinya dimiliki oleh organisasi sebagai wadah untuk beriklan. Untuk mengurangi kontroversi mengenai privasi, Facebook mengizinkan pengguna untuk memilih pengaturan privasi sesuai kemauannya, dan memilih siapa yang dapat melihat bagian-bagian dari profilnya.

   Website ini mengratiskan untuk penggunannya dan mendapatkan keuntungan dari iklan, seperti iklan dalam bentuk gambar (banner ads). Facebook pada dasarnya diperuntukkan bagi segmen usia tertentu. Untuk bisa membuka account di facebook, facebook telah menetapkan sejumlah peraturan yang perlu dipatuhi, antara lain seseorang harus memiliki alamat e-mail dan telah usia 13 tahun ke atas (www.facebook.com). Peraturan yang ditetapkan facebook tersebut ternyata memiliki kelemahan karena pengguna bisa memanipulasi data tanggal lahir untuk membuat account. Akibatnya, anak-anak berusia di bawah 13 tahun banyak yang membuat account facebook dan menjadikan media jejaring sosial ini untuk berkomunikasi dengan teman-teman, orang tua, keluarga, maupun guru mereka.

2. Twitter
   Twitter adalah sebuah situs web yang dimiliki dan dioperasikan oleh Twitter Inc., yang menawarkan jaringan sosial berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan yang disebut tweets (www.wikipedia.org). Tweets adalah teks tulisan hingga 140 karakter yang ditampilkan pada halaman profil pengguna. Tweets bisa dilihat secara luar, namun pengirim dapat membatasi pengiriman pesan ke daftar teman-teman mereka saja. Pengguna dapat melihat tweets penulis lain yang dikenal dengan sebutan pengikut.

    Semua pengguna dapat mengirim dan menerima tweets melalui situs Twitter, aplikasi eksternal yang kompatibel (telepon seluler), atau dengan pesan singkat (SMS) yang tersedia di negara-negara tertentu. Situs ini berbasis di San Bruno, California dekat San Francisco, di mana situs ini pertama kali dibuat.

3. Komunikasi bermedia Komputer/Computer-mediated Communication (CMC) dan Etika di Dunia Maya (Cyberspace) Dalam kajian ilmu komunikasi, kegiatan di dunia maya melalui jejaring sosial facebook dan twitter masuk dalam kajian komunikasi bermedia komputer. Wood dan Smith (2001:

4) memaknai komunikasi bermedia komputer sebagai kajian tentang bagaimana perilaku manusia dipertahankan atau diubah oleh pertukaran informasi melaui mesin (komputer). Kajian ini muncul di awal tahun 1990an ketika teknologi komputer berjaringan internet mulai merambah dunia. Ketika itu, komunikasi di dunia maya masih terbatas pada fungsi situs-situs internet yang digunakan untuk urusan pekerjaan, seperti pemrosesan informasi, diseminasi berita, dan konferensi jarak jauh (Griffin, 2006: 142).

    Teori-teori di kajian ilmu komunikasi, seperti social presence theory dan media richness theory menganggap komunikasi bermedia komputer, termasuk surat elektronik (e-mail), tidak mampu menjadi media bersosialisasi yang akrab karena terkesan kaku dan minimbahkan hampa simbol-simbol nonverbal yang mampu memberi nuansa keakraban pada komunikasi interpersonal (Griffin: 2006: 142-143).

    Namun, sejak memasuki era 2000an, terutama ketika lahir berbagai situs pribadi, seperti blogspot dan jejaring sosial yang diawali oleh friendster, gaya berkomunikasi di dunia maya telah mengalami pergeseran. Dunia maya telah mampu menggantikan keakraban yang dahulu hanya bisa kita peroleh melalui komunikasi tatap muka. Berbagai blog dan situs jejaring sosial berkembang sangat pesat. Dunia maya telah mampu memfungsikan diri sebagai media relasi sosial antarpribadi. Teknologi dikembangkan untuk mempermudah hidup manusia. Banyak sesungguhnya manfaat yang bisa diperoleh dari perkembangan teknologi informasi sejenis jejaring sosial seperti facebook dan twitter, misalnya untuk menjaga tali silaturahim sanak keluarga, sahabat, dan teman, mengembangkan bisnis, mengembangkan organisasi, atau mengembangkan komunitas dengan preferensi yang sama. Demikian juga dengan manfaat internet bagi anak-anak dan remaja. Melalui internet, anak-anak dapat menjelajah dunia mencari pengetahuan yang mereka butuhkan. Santrock merangkum beberapa penelitian yang pernah dilakukan sejumlah peneliti mengenai pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran, antara lain melaui videoconferencing untuk pembelajaran bahasa asing (2009: 526). Namun, seperti yang telah diungkapkan di awal, kemajuan teknologi selalu diiringi dengan berbagai ekses negatif. Berbagai negara menerapkan peraturan yang berbeda mengenai aktivitas yang dilarang di dunia maya, antara lain Jerman yang melarang dengan ketat propaganda yang berhubungan dengan Nazi, China yang sangat ketat dengan sensorsipnya, atau Amerika Serikat yang justru tetap menjunjung tinggi kebebasan berbicara (freedom of speech) bagi warganya (Halbert dan Inguilli, 2005: 122). Secara universal, etika dalam berkomunikasi di dunia maya yang disepakati adalah internet etiquette (netiquette) yang mengatur secara garis besar hal-hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan (Wood dan Smith, 2001:118-119).

4. UU ITE dalam Mengatur Etika Berkomunikasi di Dunia Maya

    Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi jelas memberi dampak pada perubahan gaya hidup masyarakat dunia. Situs internet telah menjadi lautan informasi bagi siapa pun untuk mendapatkan informasi mengenai hal apa pun. Kebiasaan kita pergi ke perpustakaan atau membuat kliping mengenai informasi tertentu tergantikan dengan melakukan browsing atau pun googling. Aktivitas berbelanja ke toko tergantikan dengan e-commerce. Perubahan gaya hidup sebagai dampak perkembangan teknologi informasi tersebut, menuntut adanya perangkat peraturan yang diharapkan mampu menjadi koridor dan memiliki kekuatan yuridis formal untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam kegiatan di dunia maya ini. Pemerintah Indonesia pun tanggap akan adanya tuntutan bagi transaksi informasi di dunia maya dengan dibuatnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE terdiri atas beberapa bab yang di dalamnya membahas segala hal terkait dengan informasi melalui elektronik. Salah satu bab yang ada di dalam UU tersebut adalah Bab VII yang membahas tentang perbuatan yang dilarang dalam penyebaran informasi dan transaksi elektronik, khususnya pasal 27 sampai dengan pasal 33. Dengan demikian, aktivitas masyarakat pengguna facebook dan twitter, juga dituntut mematuhi segala aturan yang dituangkan dalam UU ITE ini. Berikut penjelasan dari masing-masing pasal Bab VII UU ITE (Lipi, 2010).

a. Pasal 27.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. 
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. 

b. Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

c. Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

d. Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. 

e. Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

f. Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

g. Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Dalam kurun waktu satu tahun ini, beberapa kasus yang dianggap melanggar etika berkomunikasi di dunia maya telah ditangani dengan mengacu pada UU ITE, dan sanksi hukum telah diterapkan sesuai dengan aturan yang tertuang di dalam UU tersebut. 

Misalnya, kasus “Prita dengan Rumah Sakit Omni Internasional” yang cukup menggegerkan, sehingga Prita sebagai pihak yang terkait dengan kasus tersebut sempat mendekam di sel tahanan. Kasus lain menimpa Nurarafah alias Farah berusia 17 tahun. Farah terkena kasus penghinaan terhadap Felly Fandini Julistin Karnories melalui situs jejaring sosial facebook, sehingga Farah dituntut hukuman 5 bulan penjara dalam masa percobaan 10 bulan oleh jaksa penuntut umum (Nova, 2010). Contoh tersebut menggambarkan bahwa UU ITE memang telah dijadikan acuan untuk menindak para pelaku pelanggaran etika berkomunikasi di dunia maya. Yang menjadi kekhawatiran apabila kemudian yang melakukan pelanggaran adalah anak-anak di bawah usia 13 tahun, yang pada dasarnya mereka belum memahami bahwa apa yang dilakukan tergolong dalam pelanggaran UU ITE. Anak-anak yang masih polos tersebut mengungkapkan perasaan hatinya, kekesalan hatinya tanpa menyadari risiko yang bisa
terjadi akibat ketidaktahuan mereka tentang etika berkomunikasi di dunia maya.

5. Ragam Ekspresi Anak Usia di Bawah 13 Tahun di Account Facebook dan Twitter yang Melanggar UU ITE Pasal 27 s/d 32 Dalam situsnya, Facebook telah menyatakan ketentuan yang berlaku bagi mereka yang ingin membuka akun di jejaring sosial ini. Sayangnya, ketentuan tersebut belum tersedia
dalam semua bahasa. Bagi negara yang ketentuan facebook ini tidak diallihbahasakan, maka ketentuan yang diakses akan tampil dalam bahasa Inggris. Padahal, tidak semua pengguna facebook menguasai bahasa Inggris. Survei yang dilakukan oleh Common Sense Media memberikan data bahwa hanya setengah dari orangtua yang disurvei mengaku mereka membaca “term of service” atau ketentuan sebuah website, meskipun sebagian besar mengaku akan membacanya jika tulisannya lebih pendek dan jelas (http://ictwatch.com/internetsehat). Artinya, ketentuan yang dibuat secara panjang lebar belum tentu efektif akan dibaca dan dipahami oleh pengunjung atau pengguna layanan internet.

Berbagai ragam ekspresi ditampilkan anak-anak di bawah umur 13 tahun pada account facebook dan twitter milik mereka atau teman mereka, mulai dari bercanda, bertukar informasi, berkata-kata kasar, mengancam bahkan sampai mengunci password temannya. Sisi yang sangat mencengangkan adalah bagaimana anak-anak usia dibawah 13 tahun ini  mengekspresikan emosi mereka dengan ungkapan-ungkapan yang sangat tidak patut, kasar, vulgar, bahkan tidak senonoh. Bila kita lihat UU ITE terkaitdengan etika berkomunikasi di dunia maya, tentunya ekspresi mereka yang demikian dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap etika berkomunikasi di dunia maya,
berikut contohnya.